-->
Type Here to Get Search Results !

Benteng Tujuh Lapis, Sejarah Perjuangan Tuanku Tambusai Melawan Belanda

FOTO: Benteng Tujuh Lapis yang berada di Kabupaten Rokan Hulu, Riau.(foto: Dok Pemkab Rohul).
PEKANBARU (AktualBersuara.Com) - Benteng Tujuh Lapis yang berada di Desa Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) menjadi saksi bisu perjuangan Tuanku Tambusai Melawan penjajah pada masa kolonial Belanda.

Benteng Tujuh Lapis ini dibangun pada tahun 1835 oleh Tuanku Tambusai yang berfungsi sebagai basis pertahanan. Mulanya, benteng ini dinamakan Kubu Aur Duri, karena parit dan tanggul pertahanan benteng ini diperkuat dengan aur berduri (jenis bambu berduri). Kubu yang dimaksud diartikan sebagai tempat pertahanan yang diperkuat dengan pagar-pagar pertahanan.
 
Benteng ini merupakan sebuah peninggalan sejarah di Indonesia, lokasinya tersebut berada sekitar 23 km dari makam Raja-Raja Rambah.

Ikon ini merupakan peninggalan sejarah kemerdekaan Indonesia pada zaman penjajahan Belanda sebagai benteng pertahanan pejuang masyarakat Dalu-Dalu atau masyarakat Indonesia.

Benteng yang dibuat dengan material tanah liat yang di ambil dari tepian Sungai Batang Sosa Tambusai tersebut dikerjakan oleh masyarakat Dalu-Dalu dengan waktu yang cukup lama. 

Dalam sejarahnya, sewaktu terjadi perang Paderi yang di pimpin Tuanku Tambusai, Benteng Tujuh Lapis ini lah menjadi tempat melanjutkan perjuangan melawan penjajahan belanda. Sejarah ini lah yang membuat benteng tujuh lapis masuk dalam salah satu objek wisata yang terdapat di kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Sejarah pembangunan hingga pertempuran di Benteng Tujuh Lapis ini terkait dengan perjuangan Tuanku Tambusai, salah satu tokoh Perang Paderi bersama dengan Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, Haji Miskin, Haji Piobang, serta Haji Sumanik.

Selain itu, bersamaan pula dibangun beberapa benteng lainnya seperti Kubu Baling-baling, Kubu Gedung dan Kubu Talikemain. Semua kubu ini dipersiapkan sebagai kubu pembantu dalam persiapan melawan penjajah.

Masing-masing kubu saling mendukung satu sama lainnya. Khusus Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu telah berkali-kali diserang oleh pihak Belanda, namun selalu gagal untuk ditaklukan.


Pertempuran Memperebutkan Benteng Tujuh Lapis

Dari sumber sejarah yang diulas Wikipedia, pada tanggal 27 November 1837, Kolonel Michiels diangkat menjadi Gubernur Militer baru untuk menghadapi Tuanku Tambusai.

Kuatnya pertahanan Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu, maka Kolonel Michiels meminta bantuan pasukan dari Batavia. Pasukan bantuan ini terdiri dari empat kompi dari pasukan Batalyon ke 6 dan dibantu pasukan pribumi yang berpihak kepada Belanda.

Beberapa perwira lainnya ikut membantu Kolonel Michiels adalah Mayor Bethoven yang bergerak dari Lubuk Sikaping sebanyak 1.500 pasukan, serta Mayor Westenberg bergerak ke arah Portibi beserta dua kompi yang dibantu pasukan pribumi.

Dalam surat laporan Kolonel Michiels kepada atasannya tertanggal 12 Februari 1839, korban-korban di pihak mereka sendiri dalam penyerangan ke Dalu-dalu adalah tewasnya Mayor Bethoven dan Kapten Schaen, lalu Mayor Westenberg dan Mayor Hoevel yang terluka.

Kolonel Michiels akhirnya berhasil merebut Benteng Dalu-dalu pada 28 Desember 1838, namun Tuanku Tambusai berhasil melarikan diri dan pergi menuju Semenanjung Malaya. Beliau meninggal dunia di Malaysia pada tahun 1882 dan dimakamkan di Resah, Seremban, Malaysia.

Kegigihan perjuangan Tuanku Tambusai, oleh Belanda diberi gelar kepadanya ”De Padrische Tijger Van Rokan” berarti Harimau Padri dari Rokan.

Selain Tuanku Tambusai, Sultan Zainal Abidin juga pernah menggunakan Benteng ini dalam melawan pemberontak negeri. Sekarang Benteng ini sudah tidak terlihat bentuk aslinya. Pemerintah Rokan Hulu (Rohul), Riau, akan mengupayakan merenovasi situs sejarah ini.


Bentuk Fisik dan Sistem Pertahanan

Kawasan benteng ini berbentuk persegi empat. Di dalam benteng merupakan tempat tinggal para pejuang untuk melawan penjajah. Pintu gerbang benteng dibangun tiga lapis yang terbuat dari papan tebal, dan papan tersebut diberi lubang pengintaian sebagai tempat untuk menembak sasaran. Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu memiliki kawasan pertahanan dengan luas 105.000 meter kubik serta memiliki ukuran panjang 350 meter dan lebar 300 meter.

Secara fisik, benteng ini terdiri dari tujuh lapis gundukan tanah dengan ketinggian 3 sampai dengan 5 meter. Terdapat juga kubu yang diisi dengan aliran air dengan kedalaman parit kurang lebih 8 hingga 10 meter. Tiap kubu atau gundukan tanah terdapat parit yang memiliki lebar bervariasi dengan lebar 5 hingga 20 meter. Parit-parit tersebut bertujuan untuk menghalangi pergerakan musuh yang menyerang. Antar parit atau kubu juga dihubungkan jalan pintas agar memudahkan pergerakan pejuang saat bertahan.

Secara geografis, benteng ini terletak diantara aliran sungai dan lereng bukit. Di sekeliling benteng ditanami bambu berduri dan sebagiannya juga dibangun gardu-gardu penjaga yang berguna untuk menghalau benteng dari pengintaian luar. Bagian belakang benteng berhadapan dengan Sungai Batang Sosah yang sekaligus menjadi jalur alternatif penyelamatan diri bila terdesak.

Benteng Tujuh Lapis dipertahankan oleh 14 meriam, 300 bedil (senapan api), 500 pound peluru dan persedian beras yang banyak. Diketahui dari catatan laporan, Benteng Tujuh Lapis disebut sebagai benteng yang kuat.

"Benteng yang ada di Dalu-dalu adalah benteng yang paling baik dan paling teratur kepunyaan orang Indonesia yang pernah dijumpai pada zaman itu," tulis H Moh Said berdasarkan penulis E.B Kielstra, diambil dalam catatan laporan Kolonel Michiels, dalam bukti peninggalan sejarah yang tersisa.

Kini, benteng Tujuh Lapis dijadikan pemerintah sebagai cagar budaya. Benteng ini hingga saat ini berstatus objek yang terdaftar lolos verifikasi untuk situs cagar budaya, dan sedang dilanjutkan dalam tahap kajian dan penilaian oleh tim ahli.

Bahkan lokasi sejarah ini juga sering menjadi objek wisata bagi sejumlah pendatang dari dalam maupun luar negeri.(Red/Pas)
Baca Juga